Kekristenan Berasal Dari Yudaisme

Kristen Yudaisme

Kekeristenan merupakan sebuah paham keagamaan yang lahir dari Yudaisme (istilah yang dipakai Nikolaus Walter bahwa “Kekeristenan Primitif” berasal dari Yudaisme). Sebuah fakta yang tidak dapat dibantah sama sekali bahwa Kekeristenan memang berasal dari Yudaisme. Jacob Neusner dan Bruce Chilton bahkan mengatakan jika seseorang mempelajari ilmu tentang agama, maka tidak ada premis yang lebih baik yang ditemukan bahwa Kekeristenan memang berasal dari Yudaisme. Dapat dikatakan bahwa jika tidak ada Yudaisme, maka sangat tidak mungkin Kekeristenan dapat lahir.

Kekeristenan bukanlah sebuah agama yang lahir sendiri dan memiliki konsep-konsep mereka sendiri mengenai doktrin-doktrin yang ada di dalam kepercayaan mereka. Baik Yesus maupun murid-murid-Nya berasal dari Israel dan mereka jelas mempercayai kitab-kitab Israel sebagai firman Allah. Semua kepercayaan-kepercayaan dan juga praktek-praktek yang ada di dalam Kekeristenan, semuanya berasal dari Yudaisme. Misalnya, kepercayaan akan adanya Allah yang esa, kepercayaan akan Allah yang berbicara kepada Musa, kepercayaan terhadap Perjanjian Lama sebagai kitab suci, praktek baptisan, perjamuan kudus, berkumpul di tempat ibadah pada hari ke-7, kerajaan Allah, dan juga kepercayaan mengenai hadirnya Mesias. Semua kepercayaan dan konsep-konsep tersebut merupakan kepercayaan-kepercayaan dan konsep-konsep yang jelas sekali berasal dari Yudaisme.

Orang Kristen Yahudi mula-mula, sama sekali tidak menganggap kepercayaan mereka bahwa Yesus adalah Mesias sebagai sebuah paham keagamaan yang baru. Mereka justu berkeyakinan bahwa mereka tetaplah penganut Yudaisme. Istilah “Kristen Khristianos (Χριστιανός)” yang artinya adalah “Pengikut Kristus” justru diberikan oleh komunitas non-Yahudi di Antiokhia, bukan oleh komunitas Yahudi (Kis. 11:26). Sangat tidak mungkin jika seseorang beranggapan bahwa komunitas Yahudilah yang memberikan sebutan “Kristen Khristianos (Χριστιανός)” kepada orang-orang Kristen di Antiokhia. Mengapa demikian? Karena arti dari “Kristen Khristianos (Χριστιανός)” sendiri adalah “para pengikut Kristus/ Mesias”. Oleh karena itu, jika orang-orang Yahudi yang memberikan sebutan “Kristen Khristianos (Χριστιανός)” itu kepada komunitas orang-orang Kristen di Antiokhia, maka hal itu sama saja dengan pengakuan orang-orang Yahudi sendiri bahwa Yesus adalah Mesias. Jelas orang-orang Yahudi tidak mengakui bahwa Yesus adalah Mesias. Itulah sebabnya, sangat tidak mungkin pula jika dikatakan bahwa orang-orang Yahudilah yang memberikan julukan “Kristen Khristianos (Χριστιανός)” tersebut kepada komunitas orang-orang Kristen di Antiokhia.

Dari kacamata orang-orang Yahudi sendiri, dapat ditemukan keterangan yang cukup jelas bahwa orang-orang Yahudi pada zaman itu menganggap komunitas pengikut Yesus tersebut sebagai sebuah sekte/ mazhab yang berkembang di dalam Yudaisme (Kis. 24:14; 28:22). Kata “sekte/ mazhab” yang dipakai dalam Kis. 24:14; 28:22 dalam bahasa Yunaninya adalah (airesis αἵρεσις) di mana arti dari kata “airesis αἵρεσις” ini mengacu kepada sebuah “sekte keagamaan”. Bandingkan dengan Kis. 15:5 sewaktu “orang-orang Farisi” juga digolongkan sebagai sebuah “sekte/ mazhab keagamaan airesis (αἵρεσις)”. Dari bukti-bukti tersebut, sangat jelas bahwa orang-orang Yahudi pada zaman para rasul sama sekali tidak menganggap komunitas para pengikut Yesus ini sebagai sebuah ajaran keagamaan baru yang terpisah dari Yudaisme. Memang, kepercayaan orang Kristen Yahudi mula-mula ini memang menimbulkan bentrok dengan Yudaisme yang umum pada zaman itu. Namun, mereka masih tetap dianggap sebagai bagian dari Yudaisme dan orang-orang Yahudi menyebut mereka sebagai sebuah “sekte/ mazhab keagamaan airesis (αἵρεσις)’” dari Yudaisme.

Terlihat bahwa orang-orang Yahudi Kristen mula-mula sama sekali tidak menganggap diri mereka sebagai suatu komunitas yang terpisah dari Yudaisme. Mereka tetap merasa bahwa mereka adalah bagian dari Yudaisme sendiri. Mereka sama sekali tidak meyakini pemahaman-pemahaman keagamaan atau doktrin-doktrin asing yang tidak berasal dari Yudaisme. Orang-orang Kristen Yahudi mula-mula sama sekali tidak membangun sebuah doktrin mereka sendiri terlepas dari pemahaman-pemahaman keagamaan Yudaisme itu sendiri karena mereka tidak pernah menganggap bahwa mereka adalah sebuah agama baru. Mereka jelas menganggap bahwa diri mereka adalah penganut Yudaisme itu sendiri. Oleh karena itu, semua keyakinan-keyakinan, pemahaman-pemahaman, doktrin-doktrin dan berbagai macam kepercayaan-kepercayaan yang diyakini oleh orang-orang Yahudi Kristen mula-mula adalah keyakinan-keyakinan yang berasal dari Yudaisme itu sendiri. Segala macam kepercayaan, keyakinan, doktrin-doktrin, maupun praktek-praktek seperti misalnya baptisan, bahasa lidah, kerajaan Allah, konsep-konsep mengenai Mesias, bahkan metode-metode hermeneutik pun, semuanya merupakan konsep-konsep yang berasal dari Yudaisme sendiri. Bahkan, Robert Travers Hervord mengatakan bahwa tulisan-tulisan para rabbi/ sastra-sastra para rabbi sendiri seperti Talmud, Midrash, Mishnah, dll juga harus dilibatkan jika seseorang ingin mengadakan penelitian yang akurat mengenai asal usul dari Kekeristenan. Tentu tidak hanya kesusasteraan-kesusasteraannya saja, tetapi bagaimana orang-orang Yahudi melakukan penafsiran atas kitab suci itu sendiri. Dengan demikian, jika ingin memahami dengan tepat segala macam pengajaran-pengajaran Perjanjian Baru, maka harus dipahami memahami dengan tepat pula ajaran-ajaran dan praktek-praktek yang terdapat di dalam Yudaisme itu sendiri dengan baik.

Catatan Kaki:
1. Robert Travers Hervord, Christianity in Talmud and Midrash (New York: Ktav Publishing House, 1903), vii.
2. Nikolaus Walter, “Hellenistic Jews of the Diaspora at the Cradle of Primitive Christianity”, di dalam The New Testament and Hellenistic Judaism, ed. Peter Borgen dan Soren Giversen (Massachusetts: Hendrikson Publisher, 1997), 37. Bagi Nikolaus Walter, dia meyakini bahwa Kekeristenan Primitif adalah kekeristenan yang muncul pada awal berkembangnya Kekeristenan di Yerusalem dan dia meyakini bahwa pada awalnya Kekeristenan Primitif sendiri sudah terbagi ke dalam 2 golongan, yaitu Kekeristenan Primitif Yahudi yang mengimani Hukum Taurat dan juga Kekeristenan Primitif non-Yahudi yang menjauhkan diri dari Hukum Taurat.
3. Jacob Neusner and Bruce Chilton, Judaism in the New Testament: Practices and Beliefs (New York: Routledge, 1995), xiii.
4 Neusner and Chilton, Judaism in the New Testament.
5. Neusner and Chilton, Judaism in the New Testament, ii.
6. Walter, “Hellenistic Jews of the Diaspora at the Cradle of Primitive Christianity”, 39.
7. Walter.
8. “Bahasa Lidah” atau yang dikenal dengan “Bahasa Malaikat-Malaikat” (1 Kor. 13:1) merupakan konsep yang berasal dari Kitab Perjanjian Ayub dan juga di dalam teks Qumran. Bahkan lidah apu yang muncul pada kisah mengenai turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta memiliki kesamaan dengan kisah lidah api yang muncul pada hari turunnya Hukum Taurat di dalam Midrash.
9. Neusner and Chilton, Judaism in the New Testament, xii.
10. Hervord, Christianity in Talmud and Midrash, vii.
11. Neusner and Chilton, Judaism in the New Testament, xiii.

#kristen #yudaisme #yesus #alkitab #logos #willyamwen

0 Comments:

Post a Comment